Fundamentalisme Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa
ini kita mengenal istilah “fundamentalisme Islam” atau “Islam fundamentalis”.
Istilah ini cukup populer dalam dunia media massa, baik yang berskala nasional
maupun internasional. Istilah “fundamentalisme Islam” atau “Islam
fundamentalis” ini banyak dilontarkan oleh kalangan pers terhadap
gerakan-gerakan kebangkitan Islam kontemporer semacam Hamas, Hizbullah,
Al-Ikhwanul Muslimin, Jemaat Islami, dan Hizbut Tahrir Al-Islamy. Penggunaan
istilah fundamentalisme yang ‘dituduhkan’ oleh media massa terhadap
gerakan-gerakan kebangkitan Islam kontemporer tersebut, disamping bertujuan
memberikan gambaran yang ‘negatif’ terhadap berbagai aktivitas mereka, juga
bertujuan untuk menjatuhkan ‘kredibilitas’ mereka di mata dunia.
Pada
dasarnya, fundamentalisme Islam bergelora melalui penggunaan bendera jihad
untuk memperjuangkan agama. Suatu ideologi yang kerap kali mempunyai fungsi
menggugah militansi dan radikalisasi umat. Selanjutnya, fundamentalisme ini
diwujudkan dalam konteks pemberlakuan syariat Islam yang dianggap sebagai
solusi alternatif terhadap krisis bangsa. Mereka hendak melaksanakan syariat
Islam secara kaffah dengan pendekatan tafsir literal atas al-Quran.
Mereka
akan berusaha sebaik-baiknya dalam menjalankan syariat agama sesuai dengan
ajaran dan tuntunan Rasulullah SAW. Pada dasarnya, ajaran dan tuntunan
Rasulullah adalah sama dari asalnya, namun para pengikut mempunyai pemahaman
yang berbeda sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda.
Sebagaian
umat Islam menafsirkan syariat-syariat Islam yang berlaku dengan
batasan-batasan yang begitu keras. Hal tersebut tentu saja akan menimbulkan
fundamentalisme Islam, di mana syariat-syariat Islam mempunyai aturan yang
sangat mengikat kuat bagi para pemeluknya. Aturan yang mengikat kuat tersebut
akan menimbulkan masalah yang cukup kompleks.
Pada
makalah ini akan dibahas fundamentalisme Islam untuk mengetahui fundamentalisme
Islam tersebut secara lebih detail dan rinci. Apa sesungguhnya makna istilah
fundamentalisme itu? Apa saja empat mazhab besar Fundamentalisme Islam di
Indonesia? Dan bagaimana Fundamentalisme Islam yang terjadi di Indonesia
akhir-akhir ini?
B. Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini antara lain :
1. Menjelaskan pengertian fundamentalisme
2. Menjelaskan fundamentalisme Islam yang terjadi di
Indonesia
3. Meluruskan kerancuan istilah fundamentalisme Islam
yang sesungguhnya
4. Menjelaskan bagaimanakah cara kita menyikapi kelompok
Islam fundamentalis
C. Ruang Lingkup
Karena
cakupan materi “Fundamentalisme Islam” ini terlalu luas dan karena keterbatasan
literatur, maka penulis membatasi pembahasan isi makalah ini hanya pada
fenomena fundamentalisme Islam yang terjadi di Indonesia.
D. Rumusan Masalah
Bagaimanakah
sesungguhnya fundamentalisme Islam yang terjadi di Indonesia?
E. Manfaat
Dengan
penulisan makalah ini penulis berharap makalah ini dapat :
1. Menambah wawasan kita mengenai fenomena
fundamentalisme, terutama fundamentalisme Islam yang akhir-akhir ini banyak
dibicarakan oleh kaum intelektual, tokoh agama, bahkan tokoh politik di negeri
ini.
2. Membantu pembaca terutama mahasiswa dalam mendalami
materi kuliah pendidikan agama Islam, terutama dalam materi Fundamentalisme
Islam.
F. Metode
Metode
yang penulis gunakan untuk menyusun makalah ini adalah :
1. Studi
Pustaka
Makalah
ini disusun oleh penulis berdasarkan buku-buku/ literatur yang sesuai dengan
konteks materi yang akan dibahas oleh penulis.
2.
Browsing Internet
Dalam
penyusunan makalah ini juga digunakan metode browsing internet dengan mengutip
beberapa pendapat ulama.
BAB II
ISI
A. Pengertian dan Makna Istilah Fundamentalisme
Islam
Istilah
fundamentalisme muncul pertama kali di kalangan agama Kristen di Amerika
Serikat. Isilah ini pada dasarnya merupakan istilah Inggris kuno kalangan
Protestan yang secara khusus diterapkan kepada orang-orang yang berpandangan
bahwa al-Kitab harus diterima dan ditafsirkan secara harfiah ( William
Montgomery W., 1997: 3 ).
Di kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan kata
“fundamental” sebagai kata sifat yang memberikan pengertian “bersifat dasar
(pokok); mendasar”, diambil dari kata “fundament” yang berarti dasar,
asas, alas, fondasi, ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:245 ). Dengan
demikian fundamentalisme dapat diartikan dengan paham yang berusaha untuk
memperjuangkan atau menerapkan apa yang dianggap mendasar.
Istilah
fundamentalisme pada mulanya juga digunakan untuk menyebut penganut Katholik
yang menolak modernitas dan mempertahankan ajaran ortodoksi agamanya, saat ini
juga digunakan oleh penganut agama-agama lainnya yang memiliki kemiripan,
sehingga ada juga fundamentalisme Islam, Hindu, dan juga Buddha.
Sejalan
dengan itu, pada perkembangan selanjutnya penggunaan istilah fundamentalisme
menimbulkan suatu citra tertentu, misalnya ekstrimisme, fanatisme, atau bahkan
terorisme dalam mewujudkan atau mempertahankan keyakinan agamanya. Mereka yang
disebut kaum fundamentalis sering disebut tidak rasional, tidak moderat, dan
cenderung melakukan tindakan kekerasan jika perlu.
Berbagai
pendapat dari para cendekiawan bermunculan terkait dengan istilah
fundamentalisme, salah satunya pendapat M. Said al-Ashmawi. Beliau berpendapat
bahwa fundamentalisme sebenarnya tidak selalu berkonotasi negatif, sejauh
gerakan itu bersifat tasional dan spiritual, dalam arti memahami ajaran agama
berdasarkan semangat dan konteksnya, sebagaimana ditunjukkan oleh
fundamentalisme spiritualis rasionalis yang dibedakan dengan fundamentalisme
aktifis politis yang memperjuangkan Islam sebagai entitas politik dan tidak
menekankan pembaharuan pemikiran agama yang autentik ( M. Said al Asymawi,
2004:120 ).
B. Lahirnya Gerakan Islam Fundamentalis
Secara
historis, istilah fundamentalisme muncul pertama dan populer di kalangan
tradisi Barat-Kristen. Namun demikian, bukan berarti dalam Islam tidak dijumpai
istilah atau tindakan yang mirip dengan fundamentalisme yang ada di barat.
Pelacakan
historis gerakan fundamentalisme awal dalam Islam bisa dirujukkan kepada
gerakan Khawarij, sedangkan representasi gerakan fundamentalisme kontemporer
bisa dialamatkan kepada gerakan Wahabi Arab Saudi dan Revolusi Islam Iran (
Azyumardi Azra, 1996:107 ).
Secara
makro, faktor yang melatarbelakangi lahirnya gerakan fundamentalis adalah
situasi politik baik tingkat domestik maupun di tingkat internasional. Ini
dapat dibuktikan dengan munculnya gerakan fundamentalis pada masa akhir
khalifah Ali bin Abi Thalib, di mana situasi dan kondisi sosial politik tidak
kondusif. Pada masa khalifah Ali, perang saudara berkecamuk hebat antara
kelompok Ali dan Muawiyah karena masalah pembunuhan Utsman.
Dalam
keadaan runyam, Khawarij yang awalnya masuk golongan Ali membelot dan muncul
secara independen ke permukaan sejarah klasik Islam. Dengan latar belakang
kekecewaan mendalam atas roman ganas dua kelompok yang berseteru, mereka
berpendapat bahwa Ali dan Muawiyah kafir dan halal darahnya. Kemudian Ali
mereka bunuh, sedangkan Muawiyah masih tetap hidup.
(as-Syahrustani,t.t.:131-137)
Begitu
juga dengan gerakan muslim fundamentalis Indonesia, lebih banyak dipengaruhi
oleh instabilitas sosial politik. Pada akhir pemerintahan Soeharto, Indonesia
mengalami krisis multidimensi yang cukup akut. Bidang ekonomi, sosial, politik,
dan moral semuanya parah. Sehingga masyarakat resah dan kepercayaan kepada
pemerintah dan sistemnya menghilang. Hal ini dirasakan pula oleh golongan
muslim fundamentalis. Setelah reformasi, kebebasan kelompok terbuka lebar dan
mereka keluar dari persembunyian. Mendirikan kubu-kubu dan mengkampanyekan
penerapan syariat sebagai solusi krisis. Dari latar belakang ini, tidak heran
jika banyak tudingan yang mengatakan bahwa gerakan fundamentalisme Islam
merupakan bagian dari politisasi Islam.
C. Empat Mazhab Besar Fundamentalisme Islam
di Indonesia
Di
Indonesia terdapat banyak kelompok atau mazhab yang menganut fundamentalisme.
Berikut ini adalah empat mazhab besar fundamentalisme Islam.
1. Mazhab Ikhwanul Muslimin
Ikhwanul Muslimin ini menganut ideologi Abduh dan
Rasyid Ridha tapi dalam versi yang lebih ekstrim. Penganut mazhab Abduh di
Indonesia dalam versi yang lebih soft adalah Muhammadiyah.
Maka dari itu mereka agak dekat dengan Muhammadiyah. Dan para mantan DI/TII
rata-rata masuk Muhammadiyah. Di Indonesia sendiri aliran ini bermetamorfosis
menjadi PKS, KAMMI, dan sejenisnya dan menjadi kelompok fundamentalis terkuat di
Indonesia.
Kalau merunut sejarahnya, organisasi ini merupakan
salah satu sempalan Negara Islam Indonesia (NII). NII merupakan kelanjutan
DI/TII yang kelahirannya di-backing-i Ali Moertopo c.s. Organisasi ini
terlihat cukup soft misal jarang melakukan kekerasan fisik,
tapi mereka melakukan kekerasan dalam wacana. Dari segi penampilan untuk pria
biasa saja tapi rata-rata berjenggot sementara perempuannya berjubah dan
berjilbab model lebar dan panjang.
Politik
mereka cukup mahir, tapi sebagaimana kelompok radikal lainnya mereka sangat
eksklusif dan menjadikan politik identitas seperti penampilan, baju maupun
bahasa yang dicampur dengan kosakata bahasa Arab sebagai identitas untuk
membedakan dan memisahkan mereka dengan ”yang lain”. Walaupun terlihat
kurang begitu menakutkan tapi sebagaimana kelompok radikal lain mereka sangat
tidak mampu bertoleransi. Maka dari itu, di jangka panjang mereka akan sangat
berbahaya jauh berbahaya dari “preman” macam Front Pembela Islam (FPI). Basis
utama mereka adalah Bogor sehingga IPB bisa dikatakan menjadi kampus yang
dikuasai mereka.
2. Mazhab Salafi atau Wahabi
Mereka
ini cukup rasis, nyaris semua pucuk pimpinannya selalu orang Arab/ keturunan
Arab yang didukung oleh sejumlah dalil mengenai keutamaan Arab. Laskar Jihad
dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) adalah bagian dari mereka, juga teroris
bom Bali, Abu Bakar Ba’asyir, Ja’far Umar Thalib, Abdullah Sungkar dan
lain-lain adalah orang Arab. Kelompok inilah yang paling radikal.
Kekhususan
mereka adalah mereka golongan Arab masaikh. Kebanyakan dari mereka mengikuti
jalur al-Irsyad. Mereka memliki dua golongan besar berdasar mazhab ulama
acuannya, yaitu kelompok Saudi dan kelompok Kuwait. Walaupun radikal dan
berbahaya, kelompok ini sebenarnya cukup lemah karena mereka terlalu radikal
sehingga suka berkelahi sendiri. Misal, tradisi mubahallah atau saling melaknat
atas nama Allah seringkali dijadikan solusi bagi mereka untuk menyelesaikan
perbedaan pendapat/ paham. Dan kebiasaan inilah yang seringkali memicu mereka
terpecah jadi fraksi-fraksi kecil. Basis utama mereka di daerah Solo dimana
mereka mendirikan banyak pesantren di sana.
3. Mazhab Hizbut Tahrir
Mazhab Hizbut Tahrir ini merupakan kelompok underground.
Mereka menginginkan khilafah tapi menolak menempuh jalur politik. Konsep
ideologi mereka lebih condong soft dengan dasar pemikiran
adalah “mengislamkan” masyarakat umum di mana bila tercapai maka khilafah akan
terbentuk dengan sendirinya. Kelompok kami tidak punya data cukup memadai
tentang kelompok ini dan jalurnya dengan organisasi di Indonesia.
4. Mazhab Habib
Habib,
Sayyed, Syarif adalah julukan/ gelar bagi Klan Keturunan Nabi. Mereka sangat
rasis, misal perempuan dari golongan ini dilarang menikah dengan non Sayyid
jika tidak maka mereka akan dibunuh. Kelompok formal tertua golongan ini
adalah Jamiat Kheir. FPI merupakan bagian dari golongan ini. Doktrin utama
kelompok-kelompok ini sama, yaitu klaim kebenaran tunggal. Secara mazhab mereka
sebenarnya lebih dekat dengan paham khawarij, paham ekstrim Islam yang pertama
kali muncul dalam sejarah, walaupun mereka mengaku pengikut Ahlus Sunnah.
Contoh paling mudah adalah dengan melihat wacana fiqh
mereka. Dalam kitab-kitab fiqh standart kaum Aswaja, semua pendapat mereka akan
dianggap sebagai pendapat pribadi, misal ”berdasar pendapat ulama mazhab
syafi’i”, atau ”berdasar pendapat Imam Hanafi dst”, sedangkan di kalangan
kelompok ekstrim ini dari yang paling soft sampai paling
ekstrim memiliki kecondongan mengklaim pendapatnya sebagai pendapat Islam ,
atau kehendak Allah dst. Klaim fiqh mereka selalu didahului kata-kata
”menurut Islam ….”, ”berdasarkan ajaran Islam…” dst, dan kelompok mazhab yang
gemar menggunakan klaim seperti ini adalah golongan Khawarij. Ini mungkin tidak
terlalu bermasalah bila dilihat sekilas tapi klaim seperti inilah yang paling
berpengaruh untuk membawa seseorang menjadi ekstrim.
Kesamaan
lain adalah mereka condong menganjurkan bahkan mewajibkan perkawinan ”dalam”
bagi anggotanya. Alasannya biasanya tidak sefikrah untuk menolak perkawinan
luar kelompok. Semakin radikal semakin ketat mereka mengatur nikah ini.
Pernikahan anggotanya melalui perjodohan yang diatur imam kecil mereka yang
diistilahkan murrabi, mursyid, syaikh, dll.
Di tanah
air terdapat beberapa contoh gerakan yang dikategorikan sebagai fundamentalis.
Diantaranya adalah Jamaah Darul Arqam, Jamaah Tabligh, Jamaah Tarbiah,
Front Pembela Islam, Forum Komunikasi Ahlusunnah Wal Jamaah, serta Laskar
Jihad.
D. Karakteristik Islam Fundamentalis
Dari
sekelumit paparan deskriptif historis kemunculan fundamentalisme Islam, dapat
dinyatakan bahwa memang ada beberapa karakter / ciri khas yang bisa dilekatkan
kepada kaum fundamentalis. Karakteristik fundamentalisme secara umum adalah
skriptualisme, yaitu keyakinan harfiah terhadap kitab suci yang merupakan
firman Tuhan dan dianggap tanpa kesalahan. Dengan keyakinan itu,
dikembangkanlah gagasan dasar yang menyatakan bahwa suatu agama tertentu
dipegang secara kokoh dalam bentuk literal dan bulat tanpa kompromi, pelunakan,
reinterpretasi, dan pengurangan (Azyumardi Azra, 1993: 18-19).
Dalam
beberapa kelompok Islam, di dalamnya terdapat karakteristik gerakan Islam
fundamentalis, diantaranya :
Pertama, mereka
cenderung melakukan interpretasi literal terhadap teks-teks suci agama dan
menolak pemahaman kontekstual atas teks agama karena pemahaman seperti itu
dianggap mereduksi kesucian agama.
Kaum
fundamentalis mengklaim kebenaran tunggal. Menurut mereka, kebenaran
hanya ada di dalam teks dan tidak ada kebenaran di luar teks bahkan kebenaran
hanya ada pada pemahaman mereka terhadap apa yang dianggap sebagai
prinsip-prinsip agama. Mereka tidak memberi ruang kepada pemahaman dan
penafsiran selain mereka. Sikap yang demikian ini adalah sikap otoriter.
Kedua, mereka
menolak pluralisme dan relativisme. Bagi kaum fundamentalis, pluralism
merupakan produk yang keliru dari pemahaman terhadap teks suci. Pemahaman dan
sikap yang tidak selaras dengan pandangan kaum fndamentalis merupakan bentuk
dari relativisme keagamaan, yang terutama muncul tidak hanya karena intervensi
nalar terhadap teks kitab suci, tetapi juga karena perkembangan sosial
kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali agama.
Ketiga, mereka
memonopoli kebenaran atas tafsir agama. Kaum fundamentalis cenderung menganggap
dirinya sebagai penafsir yang paling benar sehingga memandang sesat aliran yang
tidak sepaham dengan mereka. Di dalam khasanah Islam perbedaan tafsir
merupakan suatu yang biasa, sehingga dikenal banyak mazhab. 4 mahzab terbesar
di Indonesia adalah Ikhwanul Muslimin, Salafi atau Wahabi, Hizbut Tahrir, dan
Habib.
Sikap
keagamaan yang seperti ini berpotensi untuk melahirkan kekerasan. Dengan dalih
atas nama agama, atas nama membela Islam, atas nama Tuhan mereka melakukan
tindakan kekerasan, pengrusakan, penganiayaan, dan bahkan sampai pembunuhan.
Keempat, setiap
gerakan fundamentalisme hampir selalu dapat dihubungkan dengan fanatisme,
eksklusifisme, intoleran, radikalisme, dan militanisme. Kaum fundamentalisme
selalu mengambil bentuk perlawanan yang sering bersifat radikal teradap ancaman
yang dipandang membahayakan eksistensi agama.
Beberapa
karakteristik lain dari gerakan fundamentalisme Islam, yaitu :
1.
Mempunyai prinsip interpretasi ajaran agama yang berbeda atau berseberangan
dengan tradisi yang berlaku. Kemudian secara aktif, kelompok ini akan bergerak
untuk memperjuangkan hasil penafsirannya tersebut dengan pelbagai cara; dari
kritik persuasif hingga tindakan tegas yang menjurus anarkhisme. Pada titik
inilah fundamentalisme kerap dipersepsikan sebagai gerakan negatif.
2.
Lazimnya kelompok ini memiliki perilaku yang eksklusif, tertutup, dan
mencurigai kelompok lain. Kendati dalam sebuah kesempatan bisa sangat terbuka
untuk berdialog dengan kelompok lain tetapi tujuannya sekadar membantah
argumentasi mereka.
3.
Berkat keyakinan akan kebenaran pemahamannya tentang ajaran agama, kelompok
fundamentalis selalu aktif menyebarkan pahamnya, agresif dalam merekrut
pengikut baru, dan sebagainya.
4.
Keyakinan akan perlunya upaya yang sungguh-sungguh (jihad) dalam mencapai
keselamatan hidup baik di dunia ataupun di akhirat menjadikan kelompok
fundamentalis senantiasa giat dan militan melakukan segala aktifitasnya.
E. Fundamentalisme Islam di Indonesia
Munculnya
gerakan keagamaan yang berkarakter fundamentalis merupakan fenomena penting
yang turut mewarnai citra Islam kontemporer di Indonesia. Istilah Islam
fundamentalis sebagai sebuah kesatuan dari berbagai fenomena sosial keagamaan
kelompok-kelompok muslim merupakan hal yang demikian kompleks. Islam
fundamentalis tidak sepenuhnya mampu mendiskripsikan fenomena yang beragam atas
gerakan-gerakan keagamaan yang muncul di Indonesia.
Berdasarkan karakteristik yang menjadi platform gerakan
fundamentalis yang tekah dipaparkan di depan, di Indonesia terdapat beberapa
kelompok yang diasumsikan sebagai kelompok Islam fundamentalis di antaranya
adalah Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Forum
Komunikasi Ahlusunnah Wal Jamaah (FKAWJ), Majlis Mujahidin Indonesia (MMI), dan
Laskar Jihad ( Jamhari, 2004:10 ).
Secara
umum dapat diidentifikasi landasan ideologis yang dijumpai dalam
gerakan-gerakan tersebut :
Pertama, konsep Din
wa Daulah (agama dan negara). Dalam konsep ini Islam dipahami sebagai
sistem hidup total, yang secara universal dapat diterapkan pada semua keadaan,
waktu, dan tempat. Pemisahan antara agama dan negara tidak dapat diterima oleh
kelompok fundamentalis, sehingga agama dan negara dipahami secara integralistik.
Kedua, kembali
pada al-Quran dan sunnah. Dalam konsep ini umat Islam diperintahkan untuk
kembali kepada akar-akar Islam awal dan praktik nabi yang puritan dalam mencari
keaslian (otentitas) dan pembaruan. Jika umat Islam tidak kembali ke ‘jalan
yang benar’ dari para pendahulu mereka maka mereka niscaya tidak akan selamat.
Kembali kepada al-Quran dan Sunnah dipahami secara skriptual dan totalistik.
Ketiga, puritanisme
dan keadilan sosial. Nilai-nilai budaya barat ditolak karena dianggap sesuatu
yang asing bagi Islam. Media massa diupayakan untuk menyebarkan nilai praktik
Islam yang otentik dari pada menyebar pengaruh budaya asing yang sekuler. Hal
ini mensyaratkan penegakan keadilan sosial ekonomi sehingga doktrin tentang
zakat sangat ditekankan sehingga mampu memajukan kesejahteraan sosial dan mampu
memperbaiki kesenjangan kelas di kalangan umat.
Keempat, berpegang
teguh pada kedaulatan syariat Islam. Tujuan utama umat Islam adalah menegakkan
kedaulatan Tuhan di muka bumi ini. Tujuan ini bias dicapai dengan membangun
tatanan Islam yang memposisikan syariat sebagai undang-undang tertinggi. Dari
pemahaman ini maka agenda formalisasi syariat Islam menjadi entry point bagi
terbentuknya negara Islam sehingga syariat Islam benar-benar dapat diperlakukan
dalam hukum positif, baik hukum perdata maupun jinayat.
Kelima, menempatkan
jihad sebagai instrumen gerakan. Umat Islam diperintahkan untuk membangun
masyarakat ideal sebagaimana telah digariskan dan sesuai dengan syariat Islam.
Oleh sebab itu diperlukan adanya upaya menghancurkan kehidupan jahiliyah dan
menaklukkan kekuasaan-kekuasaan duniawi melalui jihad atau perang suci.
Keenam, perlawanan
terhadap Barat yang hagemonik dan menentang keterlibatan mendalam dari pihak
Barat untuk urusan dalam negeri negara-negara Islam. Mereka merasa harus
mendeklarasikan perlawanan terhadap Barat karena umat Islam sudah diperlakukan
dengan tidak adil, baik secara politik, ekonomi, maupun budaya.
Ideologi-ideologi
itulah yang menyatukan gerakan-gerakan Islam di berbagai negara termasuk
Indonesia. Yang membedakan di antara mereka barangkali terletak pada bentuk
artikulasi gerakan. Dalam hal ini mereka tergantung pada problem yang dihadapi
di negara masing-masing. Di Indonesia sendiri, antara Hizbut Tahrir Indonesia,
Majelis Mujahidin Indonesia, dan Front Pembela Islam memiliki kesamaan
ideologi, namun cara menterjemahkan ideologi dan praktik gerakannya satu sama
lain berbeda-beda.
F. Kekeliruan dalam Memahami
Fundamentalisme Islam
Diskursus
fundamentalisme mulai marak sekitar tahun 70-an akhir dan 80-an awal.
Masyarakat Islam Iran, pada ketika itu, mengejutkan dunia dengan gerakan
revolusinya yang berhasil menumbangkan Syah Reza Pahlevi. Bersamaan dengan itu
pula, Ikhwanul Muslimin Mesir menjadi kekuatan baru bagi masyarakat dan
pemerintah Mesir. Pola-pola gerakan Islam terus menggelinding bagai bola salju
sampai sekarang dalam berbagai bentuk. Dan saat ini, dunia menyaksikan pola
gerakan terorisme, sebagai bentuk gerakan paling mutakhir fundamentalisme
Islam.
Maraknya
terorisme dan radikalisme yang berasal dari fundamentalisme Islam membuat
banyak kalangan ketakutan atas memudarnya citra Islam yang baik, damai, dan
mengayomi semua ummat manusia. Lalu dibikinlah sebuah teori, bahwa fundamentalisme
Islam tidak ada hubungannya dengan Islam itu sendiri; fundamentalisme Islam
adalah fenomena baru yang muncul di abad 19 atau 18; fundamentalisme hanyalah
semacam reaksi terhadap tatanan kehidupan yang lebih global saat ini.
Makna
fundamentalis Islam bukan berarti seseorang sebagai teroris dan anti-Amerika
Serikat (AS), tetapi Muslim yang bersedia melaksanakan nilai-nilai yang
terkandung dalam al-Quran dan Sunnah Nabi secara konsisten. Melaksanakan nilai
Islam mulai dari dasar secara konsisten sehingga pandangan bahwa Islam
menakutkan tidak benar, justru ajaran Islam bersikap toleran dan membawa rahmat
bagi umat manusia dan seluruh alam ( Ahmad Sumargono, 2000 ).
G. Sikap Terhadap Kelompok
Fundamentalis
Dilihat
dari substansinya, Nampak bahwa pandangan, sikap, dan keyakinan keagamaan kaum
fundamentalis tidak keluar dari Islam. Mereka termasuk muslim dan mukmin yang
taat, bahkan dapat dikatakan bahwa mereka berpegang teguh pada ajaran Islam dan
ingin memperjuangkannya dengan segala upaya dan kemampuan yang dimiliki agar
ajaran Islam yang mereka pahami benar-benar dapat dilaksanakan oleh seluruh
umat manusia tanpa terkecuali. Dengan demikian kehadiran fundamentalisme tidak
mesti direspon secara searah dan dengan pandangan negatif.
Di
manapun dan bilapun gerakan muslim fundamentalis muncul sebagai suatu kelompok,
seharusnya kita hargai dengan lapang dada karena berkelompok dengan orang-orang
sealiran adalah hak asasi manusia.
Dan
apapun ideologi yang mereka anut dan sebarkan, seharusnya kita biarkan hidup
bebas pula. Sebab, menganut ideologi apapun, atau tidak menganut ideologi
apapun, dalam koridor kebebasan berfikir dan berekspresi, sejatinya hak asasi
manusia juga.
Namun
bila hak kebebasan itu telah mereka salah gunakan dalam kehidupan
sosial-politik, maka pelanggaran itu perlu ditindak. Semisal memaksa individu
dan kelompok lain untuk menerapkan keyakinan dan konsep muslim fundamentalis,
tanpa kontrak sosial dan perbincangan yang jelas. Sebab, hal itu telah menjurus
pada pelanggaran hak asasi manusia dan telah menodai nilai penting kontrak
sosial dan konstitusi.
Dengan
demikian, kita dapat menyimpulkan bahawa sikap yang seharusnya kita terapkan
untuk menghadapi timbulnya fenomena muslim fundamentalis berikut pemikiran dan
tindakannya adalah sikap terbuka dan kritis. Terbuka dalam menerima fenomena
fundamentalisme sebagai kebebasan berfikir dan berekspresi dan kritis apabila
tindakan mereka telah jauh menyimpang dan melanggar hak asasi umat muslim yang
lain.
Selain
itu, kita juga dapat mengambil pelajaran berharga dari sikap dan kegiatan kaum
fundamentalis. Anggota-anggota mereka terlihat mempunyai kesetiaan yang kuat
pada prinsip yang dianut.
Dari
militansi yang terlihat dalam kelompok fundamentalis dapat diambil pelajaran
akan semangat kerja, kemauan untuk bekerja keras. Kemalasan dan kelemahan
semangant merupakan penyakit yang menimpa kaum muslimin negeri ini untuk waktu
yang cukup lama. Fundamentalisme mengajak kita untuk berbuat, untuk tidak diam
saja karena pilihan lainnya adalah perubahan ke arah yang lebih buruk.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
makalah yang telah dipaparkan di atas, dapat diambil kesimpulan :
·
Fundamentalisme
merupakan paham dimana para penganutnya berusaha untuk memperjuangkan atau
menerapkan apa yang dianggap mendasar.
·
Fundamentalisme
Islam yang terjadi di Indonesia saat ini muncul dalam gerakan-gerakan maupun
organisasi yang berlafashkan Islam seperti misalnya Hizbut Tahrir Indonesia,
Majelis Mujahidin Indonesia, dan Front Pembela Islam di mana tiap-tiap
organisasi memiliki ideologi yang hampir sama tapi cara praktik yang mereka
gunakan berbeda-beda.
·
Istilah
fundamentalisme yang kerap diidentikkan dengan tindakan terorisme dan
radikalisme merupakan suatu pendapat yang keliru karena makna fundamentalis
Islam bukan berarti seseorang sebagai teroris, tetapi muslim yang bersedia
melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Quran dan Sunnah Nabi secara
konsisten. Justru ajaran Islam bersikap toleran dan membawa rahmat bagi umat
manusia dan seluruh alam.
·
Untuk
menyikapi sikap kelompok Islam fundamentalis ini seharusnya sikap kita terbuka
dan kritis. Terbuka dalam menerima fenomena fundamentalisme sebagai kebebasan
berfikir dan berekspresi dan kritis apabila tindakan mereka telah jauh
menyimpang dan melanggar hak asasi umat muslim yang lain.
B. Saran
Sebagai
sesama muslim yang sama-sama berpedoman pada al-Quran dan Sunnah Nabi, tidak
sepatutnya kita menghakimi kelompok lain yang memiliki pemahaman agama yang
berbeda. Seharusnya kita menyikapi hal tersebut dengan sikap terbuka. Dari
sikap muslim fundamentalis tersebut, kita dapat mengambil pelajaran berharga.
Anggota-anggota mereka terlihat mempunyai kesetiaan yang kuat pada prinsip yang
dianut. Selain itu, dapat diambil pelajaran akan semangat kerja yakni kemauan
untuk bekerja keras.
DAFTAR PUSTAKA
Didik
Harianto. 2007. Fundamentalisme Islam. Diakses
dari
Montgomery
W., William. 1997. Fundamentalisme Islam dan Modernitas (terjemahan
Taufik Adnan Amal). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
M. Syafiq
Syeirozi. 2010. Melacak Akar Historis dan Karakteristik GerakanFundamentalisme Islam.
Diakses dari
Sudrajat,
Ajat, dkk. 2008. Din al-Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan TinggiNegeri Umum.
Yogyakarta: UNY Press